Rabu, 27 Januari 2010

SEPULUH TANDA-TANDA KIAMAT YANG BESAR

SEPULUH TANDA-TANDA KIAMAT YANG BESAR

Artinya:
Daripada Huzaifah bin Asid Al-Ghifari ra. berkata: "Datang kepada kami Rasulullah saw. dan kami pada waktu itu sedang berbincang-bincang. Lalu beliau bersabda: "Apa yang kamu perbincangkan?". Kami menjawab: "Kami sedang berbincang tentang hari qiamat". Lalu Nabi saw. bersabda: "Tidak akan terjadi hari qiamat sehingga kamu melihat sebelumnya sepuluh macam tanda-tandanya". Kemudian beliau menyebutkannya: "Asap, Dajjal, binatang, terbit matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam alaihissalam, Ya’juj dan Ma'juj, tiga kali gempa bumi, sekali di timur, sekali di barat dan yang ketiga di Semenanjung Arab yang akhir sekali adalah api yang keluar dari arah negeri Yaman yang akan menghalau manusia kepada Padang Mahsyar mereka".

H.R Muslim

Keterangan

Sepuluh tanda-tanda qiamat yang disebutkan Rasulullah saw. dalam hadis ini adalah tanda-tanda qiamat yang besar-besar, akan terjadi di saat hampir tibanya hari qiamat. Sepuluh tanda itu ialah:

Dukhan (asap) yang akan keluar dan mengakibatkan penyakit yang seperti selsema di kalangan orang-orang yang beriman dan akan mematikan semua orang kafir.
Dajjal yang akan membawa fitnah besar yang akan meragut keimanan, hinggakan ramai orang yang akan terpedaya dengan seruannya.
Binatang besar yang keluar berhampiran Bukit Shafa di Mekah yang akan bercakap bahawa manusia tidak beriman lagi kepada Allah swt.
Matahari akan terbit dari tempat tenggelamnya. Maka pada saat itu Allah swt. tidak lagi menerima iman orang kafir dan tidak menerima taubat daripada orang yang berdosa.
Turunnya Nabi Isa alaihissalam ke permukaan bumi ini. Beliau akan mendukung pemerintahan Imam Mahadi yang berdaulat pada masa itu dan beliau akan mematahkan segala salib yang dibuat oleb orang-orang Kristian dan beliau juga yang akan membunuh Dajjal.
Keluarnya bangsa Ya'juj dan Ma'juj yang akan membuat kerosakan dipermukaan bumi ini, iaitu apabila mereka berjaya menghancurkan dinding yang dibuat dari besi bercampur tembaga yang telah didirikan oleh Zul Qarnain bersama dengan pembantu-pembantunya pada zaman dahulu.
Gempa bumi di Timur.
Gempa bumi di Barat.
Gempa bumi di Semenanjung Arab.
Api besar yang akan menghalau manusia menuju ke Padang Mahsyar. Api itu akan bermula dari arah negeri Yaman.
Mengikut pendapat Imam Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fathul Bari beliau mengatakan: "Apa yang dapat dirajihkan (pendapat yang terpilih) dari himpunan hadis-hadis Rasulullah Saw. bahawa keluarnya Dajal adalah yang mendahului segala petanda-petanda besar yang mengakibatkan perubahan besar yang berlaku dipermukaan bumi ini. Keadaan itu akan disudahi dengan kematian Nabi Isa alaihissalam (setelah belian turun dari langit). Kemudian terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya adalah permulaan tanda-tanda qiamat yang besar yang akan merosakkan sistem alam cakerawala yang mana kejadian ini akan disudahi dengan terjadinya peristiwa qiamat yang dahsyat itu. Barangkali keluarnya binatang yang disebutkan itu adalah terjadi di hari yang matahari pada waktu itu terbit dari tempat tenggelamnya".



dipetik dari buku
42 Hadith tentang Peristiwa Akhir Zaman yang di susun oleh Abu Ali Al Banjari An Nadwi (Ahmad Fahmi Zamzam)

Tiga Karakteristik Manusia

Dalam kehidupan ini manusia dapat diklasifikasi dalam tiga kategori, iaitu:

1. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Islamiah

Ia adalah orang yang rajin beribadah dan rajin ke masjid. Orang yang seperti ini harus dinomborsatukan, kerana mereka lebih dekat dengan dakwah kita, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan untuk mengajak mereka pun tidak banyak kesulitan, insya Allah.

2. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Asasiyah

Ia adalah orang yang tidak taat beragama, tetapi tidak mahu terang-terangan dalam berbuat maksiat kerana ia masih menghormati harga dirinya. Orang-orang semacam ini menempati urutan kedua.

3. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Jahiliah

Ia adalah orang yang bukan dari golongan pertama atau kedua. Dialah orang yang tidak peduli terhadap orang lain, sedang orang lain mencibirnya kerana perbuatan dan perangainya yang jelek. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya sejelek-jelek tempat manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan (dijauhi) masyarakatnya kerana takut dengan kejelekannya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Golongan inilah yang disebut dalam sabda Rasulullah saw. sebagai: "Sejelek-jelek teman bergaul". (HR. Muslim)

Orang-orang semacam ini menempati urutan terakhir dalam prioritas dakwah fardiyah. Ada seseorang berdin di bawah pohon epal yang sedang berbuah lebat. Jika ia ingin memetik, ia terlebih dulu memetik buah yang dapat dijangkau dengan tangannya. Jika sudah habis, dan tinggal yang paling atas, maka jika dapat dijangkau buah itu akan dipetik dan kalau tidak, buah tersebut tidak akan terpetik. Bukan bererti seorang da'i harus tetap berpegang dan terikat dengan urutan ini, kerana kadangkala keadaan bisa mengubah pandangannya dalam hal ini —dengan izin Allah— seperti yang terjadi pada Umar bin Khathab ra., Khalid bin Wahd ra., Amr bin Ash ra., dan yang lain.

Ada seseorang yang pergi ke pantai untuk memancing ikan dengan membawa peralatan pancing. Menurut pengalamannya, dengan peralatan yang ia bawa itu hanya akan mendapatkan ikan-ikan kecil. Tetapi pada saat itu ia terkejut kerana mendapatkan ikan yang besar. Ada beberapa pemuda dari daerah Bulaq, Kairo, yang berkeliling mencari tanah yang kosong untuk digunakan sebagai tempat peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., yang akan dihadiri oleh Imam Hasan Al-Banna sebagai pembicara. Di sebelah warung makan, mereka menjumpai tanah lapang, lalu mereka bertanya kepada pemilik warung makan tersebut. Pemilik warung itu adalah Ustadz Ibrahim Karrum, seorang tokoh dari daerah Bulaq yang disegani oleh pemerintah yang berkuasa pada waktu itu dan disegani pula oleh kawan sendiri. Setelah mengetahui maksud dan tujuan pemuda-pemuda itu, beliau menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa dan menyatakan kesediaannya. Setelah mereka kembali, mereka menceritakan kejadian yang baru saja mereka alami kepada Ustadz Hasan Al-Banna.

Ketika Ustadz Al-Banna berangkat untuk berceramah dalam acara tersebut, terlebih dahulu beliau mengunjungi Ustadz Ibrahim Karrum dan mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Begitu pula tatkala beliau mulai berceramah, beliau juga mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Ibrahim Karrum untuk kedua kalinya.

Sejak saat itu, Ustadz Ibrahim aktif dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin. Pada bulan Maret 1954 M. beliau memimpin demonstrasi akbar terhadap Jamal Abdun Naser. Mereka menuntut agar Presiden Muhammad Najib dipulangkan ke Mesir dan anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara dibebaskan. Beliau juga pernah dipenjara bersama anggota Ikhwanul Muslimin yang lain. Semoga Allah swt. Memberikan rahmat kepadanya.

Tatkala seorang da'i melihat beberapa pemuda — yang wajah mereka menyiratkan ketaatan— maka ia berkeinginan untuk berkenalan dan mengajak mereka ke jalan dakwah. Yang perlu diperhatikan adalah dalam mendekati mereka dibutuhkan langkah yang cermat, kerana biasanya pemuda-pemuda ini mempunyai seseorang yang, mereka segani dan hormati. Jika seorang da'i dapat mendekati orang tersebut, sangat dimungkinkan pemuda-pemuda itu mengikuti dakwah kita. Namun jika pendekatan ini tidak berhasil, sebagai da'i, ia tidak boleh putus asa. Ia harus mendekati salah satu pemuda —di antara pemuda-pemuda tadi— yang pemahamannya terhadap dakwah islamiah lebih mantap, bergaul dengannya — dan juga yang lain— dengan sabar dan penuh kasih sayang tanpa menyinggung permasalahan yang dapat menyebabkan hubungan itu terganggu. Jika —dengan izin Allah— pemuda itu mahu menerima ajakan kita, ini akan sangat membantu usaha kita untuk mengajak teman-temannya yang lain.

Pendekatan itu harus dilakukan dengan lemah lembut. Kita harus menyadari bahawa kita tidak diwajibkan untuk memastikan mereka semua menerima ajakan kita, namun jika mereka semua menerima ajakan kita, itu adalah rahmat dari Allah. Hanya Dialah yang berhak memberikan hidayah. Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberikan petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah-lah yang memberi hidayah kepada yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui orang-orangyang mahu menerima petunjuk." (Al-Qashash: 56)

Ayat ini menjelaskan bahawa walaupun kita memberikan segenap hati kita untuk mengajak mad'u kita, tetapi hanya Allah-lah yang berhak membolak-balikkan hati orang tersebut. Seorang tukang roti berdin di depan forn (tempat pembakaran roti), sambil memasukkan potongan-potongan roti ke dalamnya. Setelah menunggu beberapa saat, ia mengeluarkan roti yang sudah matang dan membolak-balikkan yang belum matang. Setiap kali ada roti yang sudah matang, ia akan mengeluarkannya. Bisa dipastikan bahawa ada beberapa potong roti yang jatuh ke dalam api dan terbakar. Inilah keadaan da'i tatkala berdakwah di masyarakat; ia memberi sekaligus menerima (give and take). Suatu saat ia mendekat dan pada saat yang lain ia menjauh.

Ia akan memberi kepada setiap orang sebagaimana seorang doktor yang memberikan ubat dengan berlaku sabar. Setelah selang beberapa waktu, di antara mereka sudah ada yang tersinari oleh cahaya iman (inilah roti yang telah matang), ada yang menyambut ajakan tersebut kerana perasaan takut, ada yang menyambut ajakan tersebut kerana malu, ada yang bersikap angin-anginan, ada pula yang menjauh, dan bahkan ada yang berlaku tidak baik terhadap sang da'i. Untuk menghadapi mereka itu, kita tidak boleh putus asa, tetapi harus terus berusaha sehingga yang ditunggu-tunggu dapat dipetik, disertai doa agar Allah membukakan hati mereka.

Adapun da'i yang menghabiskan waktunya hanya untuk satu orang dengan harapan agar orang tersebut mahu menerima ajakannya adalah tidak benar. Orang tersebut akan merasa bahawa dirinya diajak dengan cara yang sangat berlebihan, sehingga ia akan berprasangka buruk, dan bisa jadi ia akan lari dari ajakan itu, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah swt. Kaedah yang harus kita perhatikan adalah: "Ambillah yang mudah dan tinggalkan yang sulit, jika ada yang mudah".





diambil dari :
Al-Thariq ila al-Qulub karya Syekh Hassan Abbas Al-Siisi

Manusia kembali ke asal usul

Manusia dipandang daripada dua sudut; wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah berlebih kurang sahaja di antara satu sama lain. Oleh yang demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk sekalian manusia bagi urusan lahiriah mereka. Dalam sudut kewujudan rohani yang tersembunyi di sebalik wujud lahiriah, setiap manusia adalah berbeza. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.

Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke hadapan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah s.a.w, “Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni”.

Untuk sampai ke peringkat tersebut Perlulah dibuang kepura-puraan dan kepalsuan yang melakukan kebaikan kerana menunjuk-nunjuk. Kemudian dia perlu menetapkan tiga matlamat. Tiga matlamat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis syurga. Yang pertama dinamakan Ma’wa – syurga tempat kediaman yang aman. Ia adalah syurga duniawi. Kedua, Na’im – taman keredaan Allah dan kurniaan-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah syurga di dalam alam malaikat. Ketiga dinamakan Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah syurga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syariat; usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, iaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dan kehampiran dengan Pencipta; akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya. Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua tarekat dan ketiga makrifat.

Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda s.a.w, “Ada suasana di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”. Baginda s.a.w juga bersabda, “Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian”. Baginda s.a.w mendoakan, “Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan jadikan pilihan kami mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”. Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.

Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai diri zahir manusia. Kemudian ada pula aspek diri rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang tulen, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu iaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara sahaja untuk mencapai suasana yang demikian, iaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.

Matlamat pada jalan tersebut harus diperolehi di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beza di antara tidur dengan jaga kerana di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali semula ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebahagian-bahagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti israk dan mikraj Rasulullah s.a.w. Allah berfirman:
“Allah memegang jiwa-jiwa ketika matinya dan yang tidak mati, dalam tidurnya, lalu Dia tahan yang dihukumkan mati atasnya dan Dia lepaskan yang lain”. (Surah Zumaar, ayat 42).

Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik daripada ibadat orang jahil”. Orang alim adalah orang yang telah memperolehi pengetahuan tentang hakikat atau yang sebenar, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperolehi dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahsia. Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahsia kepada rahsia-rahsia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku.”
“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jemaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jemaah yang lebih baik”.

Segala yang dikatakan di sini jika berhasrat mencapainya perlulah melakukan tafakur – cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi s.a.w bersabda, “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh puluh tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat”.

Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeza.

Sesiapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati setiap bahagian mempunyai bahagian-bahagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai-bagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat.

Sesiapa merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat.

Sesiapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat kerana ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.

Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam syurga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya.
Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka
mereka memandang sementara yang lain terpejam
sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah
mereka terbang ke arah malaikat Tuhan jualah yang dicari!

Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Bayazid al-Bustami berkata, “Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”.

Hanya pemilik-pemilik ‘pengantin yang pengasih’ mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra.. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luaran yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”.

Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa sahaja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkahwinan, apakah yang dapat dilihat kecuali tabir itu?

Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur sahaja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Darjah kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya bergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan. Penciptanya dan semakin hampirlah kepada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kehampiran dengan yang sebenar (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya.

Penanggalan aspek yang berbilang-bilang pada diri membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya selepas itu baharulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya iaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada kena mengena dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahsia-rahsia kerana membuka rahsia Ilahi adalah kekufuran.

Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” ada dituliskan, ‘Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka adalah ditutup daripadanya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul melalui mereka dianggap sebagai masa perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka leka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.





dikutip dari Sirrul Asror Karya Syekh 'Abdul Qadir Jailani

Senin, 11 Januari 2010

RENUNGAN MINGGU INI :

MEMAHAMI RIZQI

Kebanyakan orang memahami rizqi, hanya dilihat dari sisi luarnya saja, tanpa memahami haqiqi dari rizqi itu sendiri. Pemahaman seperti ini justru dapat menyebabkan orang cenderung tidak mensyukuri rizqi yang telah diberikan oleh Alloh. Jadi kebanyakan orang hanya akan melihar rizqi dari segi jumlahnya saja.
Sebagai contoh : seseorang mendapatkan penghasilan 2 juta, dan lainnya hanya mendapatkan 100 ribu. Orang akan mengatakan rizqi 2 juta lebih banyak dibanding yang 100 ribu. Padahal secara haqiqi tidaklah demikian. bisa jadi orang yang mendapatkan rizqi 2 juta itu pengeluarannya lebih banyak, atau tiba-tiba tertimpa musibah berupa penyakit. Sementara pengobatannya membutuhkan uang sebanyak 3 juta. Maka sebenarnya orang tersebut justru tidak mendapatkan rizqi, melainkan kekurangan rizqi sejumlah 1 juta.
Begitu pula orang yang mendapatkan rizqi 100 ribu, tidak mendapatkan musibah apapun. dan dengan demikian berarti dia benar-benar mendapatkan rizqi sebanyak 100 ribu.

Senin, 04 Mei 2009

BERTAFAKKUR TENTANG AIR

Oleh Muhammad Fatikhun

Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa "tafakkur" yang kita lakukan dalam waktu yang tidak begitu lama (satu jam) itu lebih baik daripada ibadah satu tahun. begitu besar makna tafakkur sampai pahalanya mengalahkan ibadah yang dilakukan dalam waktu satu tahun. mengapa demikian......? mari kita renungkan bersama-sama.
kita ambil contoh tentang air. begitu besar fungsi air bagi kehidupan umat manusia. bisa dibayangkan bgaimana jika di dunia ini tidak ada air, niscaya tidak ada kehidupan di dunia ini. atau adakah kita bisa merasakan bagaimana pedih dan sakitnya orang yang tertimpa bencana kekeringan? tanah yang subur tidak lagi berfungsi, tumbuhan tidak bisa tumbuh, hewan juga mati, bahkan manusia pun bisa mati lantaran kekeringan.
ternyata air merupakan anugerah Alloh yang luar biasa besar. namun, mengapa kita tidak pernah menyadarinya, kita lupa bahwa kita telah mendapatkan karunia yang sedemikian besar. maka sudah seharusnya BERSYUKUR kepada Alloh SWT.
demikian pula, setiap hari kita dapat melihat disekitar kita, bahwa jutaan bahkan milayaran kubik selalu mengalir. namun tidak pernah ada habisnya. air tersebut mengalir menuju satu tempat yaitu laut, namun tidak pernah tumpah.
MAHA BESAR ALLOH YANG TELAH MENCIPTAKAN SEMUANYA
oleh karena itu kita harus senantiasa bertafakkur tentang segala sesuatu, agar kita menemukan kebesaran Alloh yang pada gilirannya akan tumbuh kesadaran, bahwa kita adalah makhluq yang lemah. pada gilirannya kesadaran tersebut dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh.
Laa haula walaa quwwata illa billahil'aliyyil 'adziiim.... amiiin

Hikmah Penggunaan "WAKTU" Sebagai Sumpah Dalam Al-Qur'an

Oleh : Muhammad Fatikhun, S.Ag

Dalam Al-Qur'an kita kenal dengan "SUMPAH (Qosam) ALLOH" yang menggunakan WAKTU. Antara lain : "wal 'ashr" (demi waktu 'ashr/demi masa), "wa al-dluhaa" (demi waktu dluha), "wa al-laili idzaa sajaa" (demi waktu malam ketika gelap), dll. Apabila kita pahami, penggunaan waktu sebagai sumpah (qosam) dalam al-Qur'an, akan didapati beberapa hikmah sebagai berikut :
Pertama, sumpah (Qosam) Alloh dalam al-Qur'an tersebut, menunjukkan : terdapat hal yang sangat penting, yang harus benar-benar kita perhatikan. makna penting tersebut dapat kita pahami dari penegasan Alloh melalui sumpah tersebut. sumpah (qosam) selalu diikuti dengan hal-hal yang sangat penting yang dijelaskan pada keterangan (penggalan) ayat berikutnya. dalam tata bahasa arab disebut dengan jawab qosam. jawab qosam inilah yang menjelaskan suatu hal yang penting dan harus menjadi perhatian serius.
Kedua, hal yang penting yang diterangkan dalam "jawab qosam" tersebut menyangkut kehidupan umat manusia. jadi jawab qosam tersebut sebenarnya memberikan petunjuk bagi kehidupan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan diakhirat.
sebagai contoh, dalam surat al-'ashr : Alloh bersumpah menggunakan waktu ashar. dalam surat tersebut, sumpah yang menggunakan waktu ashar disambung dengan penjelasan bahwa setiap manusia pasti akan merugi, kecuali orang-orang yang beriman kepada Alloh dan beramal sholeh, mereka senantiasa saling mngingatkan (berwasiat) dalam hal ketaqwaan dan kesabaran.
menurut hemat saya surat al-'ashr ini dapat dipahami sebagai berikut :
waktu ashar ini menunjukkan waktu akhir. waktu dapat pula dipahami secara luas yaitu, akhir dari suatu aktifitas, akhir dari suatu masa, akhir dari suatu periode, akhir dari suatu kehidupan, bahkan akhir dari suatu kehidupan dunia. dengan demikian surat ini mengingatkan kepada kita sejak awal dalam menjalani kehidupan dan seluruh aktifitas.
bahwa dalam menjalani kehidupan dan setiap aktifitas dalam kehidupan kita harus senantiasa dengan ketaatan, mengikuti jalan yang benar, yaitu petunjuk yang sudah ditunjukkan dalam Al-Qur'an. ini merupakan salah satu wujud ketundukan (keimanan) kita kepada Alloh. sebagai orang yang beriman kepada Alloh, maka seseorang harus senantiasa beramal sholeh, yaitu perbuatan dan aktifitas yang baik dan tidak melanggar kaidah-kaidah agama. sebab manusia adalah tempatnya lupa dan salah, maka suatu saat manusia juga akan melakukan pelanggaran atau melakukan aktifitas atau perbuatan yang tidak sesuai dengan petunjuk. pada saat inilah kita sebagai orang yang beriman harus saling mengingatkan agar kita senantiasa mengikuti petunjuk yang benar dan sabar dalam menjalani aktifitas kehdupan sehari-hari.
barang siapa tidak mengikuti petunjuk yang benar (tidak beriman dan tidak beramal sholeh) maka dia akan sangat merugi. dan sebaliknya bagi orang yang mengikuti dan menggunakan petunjuka yang benar (beriman dan beramal sholeh) maka dia akan beruntung.
WALLOHU A'LAM BISSHOWAAB

Minggu, 03 Mei 2009

TIGA TINGKATAN MANUSIA

Manusia, terbagi kedalam 3 (tiga) tingkatan atau golongan :
Pertama, Al-Jahil (orang yang bodoh); yaitu orang yang dalam hidupnya berprinsip : YA'IISY LIYA'KUL (HIDUP UNTUK MAKAN). ORANG yang dalam kategori tingkatan/golongan ini dalam hidupnya yang selalu dipikirkan dan yang dicari adalah MAKAN.
Kedua, al-'Aqil (orang yang pandai/berakal); yaitu orang yang dalam hidupnya berpemikiran bahwa "hidup ini bukan untuk makan", melainkan juteru "makan untuk hidup" (ya'kulu liya'iisyu). orang yang dalam kategori tingkatan/golongan kedua ini, telah menggunakan akalnya. namun apabila hanya sampai pada prinsip ini, tentu ada satu pertanyaan : "SETELAH MANUSIA HIDUP, MAU NGAPAIN....?
Dari sinilah terdapat tingkatan ketiga, yaitu : Al-Mu'min (orang yang beriman). al-mu'min berpemikiran tidak makan dan hidup, yaitu : YA'IISYU LIYA'BUD (HIDUP MANUSIA TIDAK LAIN ADALAH UNTUK BERIBADAH)
TERMASUK GOLONGAN YANG MANAKAH,DIRI KITA INI........?